Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang menerapkan demokrasi dalam system pemerintahannya. Sistem demokrasi di Indonesia mulai berkembang secara dewasa sejak terlepas dari penjajahan Belanda dan Jepang. Para tokoh pendiri bangsa pada masa itu memang sudah memilih sistem demokrasi sebagai alat untuk mengatur sistem pemerintahan negara.Perjalanan demokrasi di Indonesia sangat identik dengan faktor politik, maka tidak heran jika pada masa awal negara didirikan, Indonesia sempat beberapa kali mengalami proses pergantian sistem demokrasi. Diantaranya sistem demokrasi parlementer dan sistem demokrasi terpemimpin.
Penerapan Demokrasi Parlementer (1950 – 1959).
Pada masa awal pemerintahan Indonesia, yaitu pada periode 1950 hingga 1959, pemerintah Indonesia menggunakan UUD Sementara sebagai landasan hokum konstitusi. Pada masa ini bisa dibilang demokrasi mengalami kejayaan, karena hampir semua aspek pemerintahan dan politik dijalankan dengan sistem demokrasi.
Demokrasi Terpimpin (1959 – Orde Baru).
Kemudian pada 1959 terjadi perubahan sistem dari demokrasi parlementer menjadi sistem demokrasi terpimpin. Hal ini didasarkan oleh ketidaksukaan presiden Soekarno terhadap sikap dari partai-partai politik. Beberapa partai politik cenderung lebih berpihak kepada kepentingan internalnya sendiri, dibanding memihak kepada kepentingan nasional. Presiden Soekarno menganggap sistem demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang cenderung diperngaruhi oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong.
Sistem Demokrasi Order Baru (1966 – 1998).
Berlanjut ke masa pada saat transisi dari order lama ke orde baru atau lebih tepatnya pada masa pemerintahan presiden Soeharto, sistem demokrasi Indonesia bisa dibilang berantakan. Hak rakyat tidak tersampaikan secara penuh dalam jalannya pemerintahan. Pemerintah kala itu membatasi hak dan kewajiban warga negara, terbukti dengan proses rotasi jabatan kekuasaan yang hampir tidak pernah terjadi. Rotasi perpindahan kekuasaan hanya berlaku untuk sebagian kecil pejabat-pejabat rendah seperti kepala desa, dan camat. Kalaupun ada pejabat tinggi yang diganti hanya pada pergantian jabatan wakil presiden. Pergantian rotasi kekuasaan tidak berlaku untuk presiden pada masa itu, hal ini sangat tidak mencerminkan ciri – ciri demokrasi.
Demokrasi Pasca Runtuhnya Orde Baru (Masa Reformasi).
Gejolak dan amarah rakyat akhirnya meledak dengan melakukan protes besar-besaran terhadap sistem pemerintahan order baru. Tepatnya pada tahun 1998, rakyat serentak menuntuk presiden Soeharto untuk mundur dari kursi kekuasaannya. Presiden Soeharto dianggap sudah terlalu jauh memonopoli kekuasaan dan mencemari semangat demokrasi yang berlaku di Indonesia.Peristiwa 1998 tersebut bisa dijadikan sebagai awal menuju kedewasaan demokrasi bagi rakyat Indonesia. Dimulai dengan proses amandemen UUD 1945 yang diarahkan untuk memperbaiki aspek-aspek kehidupan berbangsa. Lebih khsusnya terkait dengan permasalahan pembagian kekuasaan di lembaga-lembaga pemerintahan.
Demokrasi Terpimpin (1959 – Orde Baru).
Kemudian pada 1959 terjadi perubahan sistem dari demokrasi parlementer menjadi sistem demokrasi terpimpin. Hal ini didasarkan oleh ketidaksukaan presiden Soekarno terhadap sikap dari partai-partai politik. Beberapa partai politik cenderung lebih berpihak kepada kepentingan internalnya sendiri, dibanding memihak kepada kepentingan nasional. Presiden Soekarno menganggap sistem demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang cenderung diperngaruhi oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka, atau biasa kita sebut "Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat".
Sistem Demokrasi Order Baru (1966 – 1998).
Berlanjut ke masa pada saat transisi dari order lama ke orde baru atau lebih tepatnya pada masa pemerintahan presiden Soeharto, sistem demokrasi Indonesia bisa dibilang berantakan. Hak rakyat tidak tersampaikan secara penuh dalam jalannya pemerintahan. Pemerintah kala itu membatasi hak dan kewajiban warga negara, terbukti dengan proses rotasi jabatan kekuasaan yang hampir tidak pernah terjadi. Rotasi perpindahan kekuasaan hanya berlaku untuk sebagian kecil pejabat-pejabat rendah seperti kepala desa, dan camat. Kalaupun ada pejabat tinggi yang diganti hanya pada pergantian jabatan wakil presiden. Pergantian rotasi kekuasaan tidak berlaku untuk presiden pada masa itu, hal ini sangat tidak mencerminkan ciri – ciri demokrasi.
Demokrasi Pasca Runtuhnya Orde Baru (Masa Reformasi).
Gejolak dan amarah rakyat akhirnya meledak dengan melakukan protes besar-besaran terhadap sistem pemerintahan order baru. Tepatnya pada tahun 1998, rakyat serentak menuntuk presiden Soeharto untuk mundur dari kursi kekuasaannya. Presiden Soeharto dianggap sudah terlalu jauh memonopoli kekuasaan dan mencemari semangat demokrasi yang berlaku di Indonesia.Peristiwa 1998 tersebut bisa dijadikan sebagai awal menuju kedewasaan demokrasi bagi rakyat Indonesia. Dimulai dengan proses amandemen UUD 1945 yang diarahkan untuk memperbaiki aspek-aspek kehidupan berbangsa. Lebih khsusnya terkait dengan permasalahan pembagian kekuasaan di lembaga-lembaga pemerintahan.
Setelah pemerintahan presiden Soeharto runtuh dan berganti dengan pemerintahan presiden Habibie, Indonesia benar-benar mengalami perubahan sistem demokrasi yang sangat signifikan, diantaranya dengan diberlakukannya kebebasan pers sebagai sarana atau ruang publik sebagai alat untuk memudahkan hubungan negara dengan warga negara. Selain itu warga negara mendapat kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga diberlakukan sistem pemilu multi partai.
Baca juga :