Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Perbedaan Sistem Pemilu Indonesia



Perbedaan Sistem Pemilu Indonesia

Setiap Negara memiliki sistem pemerintahan berbeda- beda, hal ini tentunya terkait dengan dasar serta norma pada Negara tersebut. Sistem pemerintahan demokrasi sendiri merupakan sebuah bentuk pemerintahan dimana seluruh warga Negara memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini anda juga bisa melihat perbedaan pemilu dan pilkada yang mudah untuk dipahami, sistem demokrasi di Indonesia menganut dasar- dasar dari Pancasila.

Demokrasi secara mutlak mengizinkan seluruh warga Negara Indonesia untuk berpartisipasi secara langsung maupun perwakilan melalui badan perwakilan rakyat dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Dalam fungsinya sendiri, pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif bersifat tidak memaksa dengan melakukan kegiatan retorika, dan sebagian besar berhubungan dengan politik.

Perbedaan Pemilu Orde Baru dan Reformasi

Perbedaan Pemilu Pada Masa Orde Baru dan Masa Reformasi

Orde Baru

Reformasi

Menggunakan dasar UU No. 15 tahun 1969

Menggunakan dasar UU No. 3 tahun 1999.

Hanya ada 3 parpol yaitu PDI, PPP, dan GOLKAR.

Ada 48 parpol.

Tidak ada pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif secara langsung

Reformasi pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif dipilih secara langsung.

Hanya ada sekali pemilu pada masa orde baru

Masa reformasi ada sekitar dua hingga tiga kali untuk memilih partai anggota legislatif dan presiden beserta wakilnya.

Diselenggarakan oleh pemerintah lewat KPU

Dilaksanakan oleh pemerintah lewat KPU secara bebas dan mandiri serta diikuti oleh seluruh parpol dan peserta yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Pengawasan dilakukan pemerintah melalui Bawaslu

Pengawasan dilakukan pemerintah melalui Bawaslu yang terdiri dari panwaslu, LSM, dan rector UNFREL.


Asas- asas Pemilu Orde Baru

Setelah pemungutan suara dilakukan, langkah selanjutnya yaitu penghitungan suara dan pemenang pemilu ditentukan oleh banyaknya pungutan suara oleh pemilih. Dalam melakukan kegiatan pemilu, maka seluruh warga Negara Indonesia berhak dan wajib mengikutinya. Dan ketika mengikuti pemilu harus mengaplikasikan beberapa asas pemilu. Asas pemilu yang harus dilaksanakan yaitu asas LUBER dan JURDIL.

Kedua asas tersebut harus dilaksanakan dengan baik, dimana asas LUBER merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia sedangkan asas JURDIL merupakan singkatan dari asas Jujur dan Adil. Sebagai pengetahuan anda bisa melihat tujuan dan fungsi komnas ham, dan sebaiknya anda memang mengetahui dimana anda saat ini sedang mempelajari perbedaan pemilu orde baru dan reformasi mengenai asas- asas pemilu yang digunakan. Dan berikut ini merupakan sedikit penjelasan mengenai asas LUBER pada saat Orde baru berlangsung.

  • Langsung
Dalam pemilu ketika anda melakukan pemilihan terhadap kandidat pemilu, maka anda harus memilih dan memberikan suara anda secara Langsung dalam arti tidak diwakilkan oleh siapapun. Selain menjadi asas, ini dilakukan untuk meminimalisir tingkat kecurangan terhadap kegiatan pemilu.
  • Umum
Asas berikutnya yaitu Umum dimana pemilu ini dapat diikuti oleh seluruh warga Negara Indonesia dengan persyaratan telah memiliki hak untuk menggunakan suara dalam pemilu. Dalam hal ini persyaratan bagi anda untuk memiliki hak bersuara yaitu sekurang- kurangnya telah berumur 17 tahun dan memiliki kartu tanda penduduk.
  • Bebas
Salah satu asas pemilu yang perlu anda perhatikan yaitu kebebasan dalam bersuara untuk memilih kandidat pemilu. Dalam asas Bebas ini berarti anda sebagai warga Negara dengan hak suara diharuskan memberikan suara tanpa paksaan dari pihak manapun.
  • Rahasia
Asas terakhir pada masa orde baru dan hingga kini masih digunakan yaitu Rahasia. Dalam asas ini, anda sebagai warga Negara pemegang hak suara tidak boleh memberi tahu isi suara anda kepada pihak manapun. Karena itu suara anda bersifat rahasia dan hanya anda saja yang tau isinya.

Asas- Asas Pemilu Masa Reformasi

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan sebuah perangkat gagasan dan sebuah prinsip dasar mengenai kebebasan untuk bersuara serta mengandung makna sebuah penghargaan terhadap harkat dan martabat bangsa. Sistem pemilihan tersebut memiliki nama sistem Pemilu yaitu Pemilihan Umum berbeda dengan tugas sekretaris camat, proses ini tentunya berbeda dengan proses Pemilu di Negara lain. Tak hanya diterapkan pada sistem pemerintahan tingkat tinggi saja, adakalanya sistem pemilu juga diterapkan di dalam lingkup organisasi kecil.
  • Jujur
Asas pemilu pertama pada masa reformasi yaitu jujur dalam artian anda harus melaksanakan pemilu dan memilih sesuai dengan kehendak sendiri tanpa adanya pengaruh pihak lain dengan alasan apapun.
  • Adil
Dalam asas adil, memiliki arti bahwa anda sebagai peserta pemilu memiliki perlakuan sama tanpa ada pengistimewaan ataupun siskriminasi.

Perbedaan Pemilihan Kepala Daerah Pada Masa Orde Baru dan Masa Reformasi

a. Pemilihan Kepala Daerah Pada Masa Orde Baru

Pemerintah pusat era Orde Baru mengukuhkan dominasi atas pemerintah daerah. Rezim Soeharto mengontrol penuh kepala daerah di seluruh tingkatan, sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Kepala daerah diangkat oleh Presiden, yang mekanisme pemilihannya di DPRD juga dikontrol oleh Presiden.

Maka, kepala daerah sesungguhnya bukan hasil pemilihan DPRD, karena patut atau tidak seseorang menjadi kepala daerah, bergantung sepenuhnya pada penilaian Presiden. Aturan tersebut terkait kepentingan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan gubernur atau bupati yang mampu bekerja sama.

Misalnya, DPRD provinsi memiliki dua calon gubernur, yang salah satunya didukung lebih banyak legislator. Jika Pemerintah Pusat menghendaki calon yang memiliki lebih sedikit dukungan DPRD, Presiden berhak mengangkatnya. Begitu juga pemberhentiannya, dapat dilakukan tanpa persetujuan DPRD.

b. Pemilihan Kepala Daerah Pada Masa Reformasi

Tahun 1998 adalah tanda berakhirnya kekuasaan Orde Baru yang sentralistik. Setelah itu, semangat berbangsa dan bernegara berubah menjadi desentralistik atau pemerataan kekuasaan di daerah-daerah, tidak berpusat di Jakarta. Terbit Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah pada 7 Mei 1999, yang segera mengubah penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, pemerintah dareah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah. DPRD berada di luar pemerintah daerah, yang berfungsi sebagai badan legislatif pemerintah daerah untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Di masa ini, kepala daerah dipilih sepenuh oleh DPRD, tak lagi ada campur tangan Pemerintah Pusat. Berbeda dengan sistem sebelumnya, yaitu kepala daerah diangkat oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri, yang diajukan atau diusulkan oleh DPRD.

Pemilihan kepala daerah mengandung kelemahan, karena dalam mekanisme rekrutmen calon ditemukan banyak praktik politik uang. Calon kepala dareah selalu mengobral uang untuk membeli suara para anggota DPRD dalam pemilihan. Selain itu, mengumbar uang untuk membiayai kelompok-kelompok tertentu sebagai cara menciptakan opini publik.

Undang-Undang itu kemudian direvisi setelah banyak dikritik karena dianggap menyuburkan politik uang dan tak melibatkan partisipasi masyarakat luas. Lalu, terbit Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemilihan umum kepala daerah secara langsung.

Meski begitu, pemilukada langsung tak serta-merta diterapkan karena Undang-Undang itu terlebih dahulu diuji materi (judicial review), lalu diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 3 Tahun 2005, yang berimplikasi pada perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang pedoman pelaksanaan pemilukada langsung menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005.

Setelah itu, pemilukada dilaksanakan secara langsung. Para calon adalah pasangan calon yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh dukungan minimal 15 persen kursi DPRD atau dari akumulasi perolehan suara sah pada Pemilu Legislatif.

Undang-Undang itu direvisi yang kemudian diganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan terhadap Undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Ada perubahan mencolok dalam perubahan ini, yaitu diperbolehkan calon perseorangan —tidak hanya calon yang diusung partai politik— menjadi calon kepala daerah dalam pemilukada secara langsung.

Sistem Pemilihan Umum Di Indonesia

a. Sistem Pemilihan Secara Tidak Langsung

Rakyat dianggap memberikan hak pilihnya untuk memilih pemimpin daerah kepada DPRD yang telah dipilih rakyat pada Pemilu Legislatif.5 Dasar dari penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah secara tidak langsung tersebut berdasarkan UUD 1945, Pasal 18 ayat mengatakan "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Kata demokrasi mengacu kepada demokrasi Pancasila. Demokrasi pancasila merupakan demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi, Hal ini sudah Dalam prinsip demokrasi pancasila adalah jelas Pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi, Adanya pemilu secara berkesinambungan, Melindungi Hak Minoritas, Adanya peran-peran kelompok kepentingan, Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk menyelesaikan masalah, ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.

Setelah Indonesia merdeka, undang-undang yang menyinggung kedudukan kepala daerah adalah undang-undang nomor 1 tahun 1945, tentang peraturan mengenai kedudukan komite nasional daerah yang diundangkan pada tanggal 23 November 1945. Pada masa undang-undang nomor 1 tahun 1945, kepala daerah yang diangkat adalah kepala daerah pada masa sebelumnya, hal itu dilakukan karena situasi politik, keamanan, dan hukum ketatanegaraan pada saat itu kurang kondusif.

usif . UU nomor 1 tahun 1945 hanya berusia 3 tahun saja, karena pada tahun 1948, dibuatlah penggantinya yaitu UU No. 22 Tahun 1948 tentang pemerintahan di daerah. Dalam undang-undang ini yang dimaksud pemerintahan daerah adalah provinsi, kabupaten (kota besar), dan desa (kota kecil), nagari atau marga.

Keluarnya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 berdampak pada keluarnya undang-undang nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok- pokok pemerintahan daerah. dalam undang-undang nomor 18 Tahun 1965, bertolak belakang dengan undang-undang nomor 1 Tahun 1957 karena perubahan format pemerintahan negara sebagai implikasi perubahan konstitusi, sebelumnya sistem federasi (Republik Indonesia Serikat) menjadi sistem kesatuan. Dalam undang-undang ini, kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh presiden atau menteri dalam negeri melalui calon-calon yang diajukan oleh DPRD

Pasca Soekarno lengser dari tampuk kekuasaan, Pemerintahan Orde Baru menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Dengan berlandaskan pada undang-undang 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen, kekuasaan atau kewenangan daerah dibatasi dan dikontrol oleh rezim Soeharto ketika itu, termasuk terhadap pemilihan kepala daerah. kepala daerah diangkat oleh presiden dari calon yang memenuhi syarat, tata cara seleksi calon yang dianggap patut diangkat oleh presiden dilakukan oleh DPRD.

Dengan demikian berarti kepala daerah bukanlah hasil pemilihan dari DPRD, karena jumlah dukungan suara dalam pencalonan atau urutan pencalonan tidak menghalangi presiden untuk mengangkat siapa saja diantara para calon itu. Aturan tersebut terkait dengan kepentingan  pemerintah pusat untuk mendapatkan gubernur atau bupati yang mampubekerjasama dengan pemerintah pusat. Dalam beberapa kasus, kepala daerah yang dipilih bukanlah pilihan nomor 1 yang diusulkan DPRD setempat..

Pasca lengsernya Rezim Orde Baru, ditetapkanlah undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah pada tanggal 7 Mei 1999. Undang-undang ini menimbulkan perubahan pada penyelengaraan pemerintahan di daerah. perubahannya tidak hanya mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, tetapi juga hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah.

Sebelumnya hubungan antara pemerintah pusat dan daerah bersifat sentralistis, namun setelah undangundang ini diberlakukan, hubungannya bersifat desentralistis. Menurut undang--undang nomor 22 tahun 1999, pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah lainnya, di mana DPRD di luar pemerintah daerah yang berfungsi sebagai badan legislatif pemerintah daerah untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

b. Sistem Pemilihan Secara Langsung

Pemilihan kepala daerah secara langsung diartikan sebagai pemilihan ole rakyat secara langsung. Mayoritas suara terbanyak menjadi acuan pemenang pada pilkada tersebut serta pemilihan oleh rakyat secara langsung serentak di adakan seluruh daerah.17 Hal tersebut Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilhan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang perubahan atas PP Nomor 6 Tahun 2005 adalah : Sarana Pelaksanaan kedaulata rakyat di wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan pancasila dan UUD 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala GDHUDK.

Hal tersebut yang menjadi alasan dikeluarkannya UU no 32 tahun 2004 Tentang Perubahan Sistem Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung untuk memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia. Konsep otonomi daerah yang dianut oleh Indonesia telah memberikan kemungkinan bagi setiap daerah untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah dan menentukan pemerintahannya masing-masing. Dalam UU ini, Pilkada belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (Pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada 1 Juni 2005. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2005.

sejak berlakunya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada dimasukkan dalam rezim Pemilu20, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

c. Sistem Pemilihan Proporsional Terbuka

Sistem proporsional terbuka adalah sistem perwakilan proporsional yang memungkinkan pemilih untuk turut serta dalam proses penentuan urutan calon partai yang akan dipilih. Sistem ini berlawanan dengan sistem proporsional tertutup yang hanya mengizinkan anggota partai yang aktif, pejabat partai, atau konsultan dalam menentukan urutan calon dan sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada pemilih untuk memengaruhi posisi calon. Selain itu, sistem terbuka mengizinkan pemilih untuk memilih individu daripada partai. Pilihan yang diberikan oleh pemilih disebut pilihan preferensi.

Didalam Sistem Terbuka, pemilih mencoblos/mencontreng partai politik ataupun calon bersangkutan, pada sistem ini pemilih dapat langsung memilih calon legislative yang dikehendaki untuk dapat duduk menjadi anggota dewan. sistem perwakilan proporsional terbuka yang memungkinkan pemilih untuk turut serta dalam proses penentuan urutan calon partai yang akan dipilih, cocok diterapkan pada masyarakat yang majemuk.

kelebihan sistem ini adalah :

  1. Membuka peluang bagi siapa saja, termasuk kelompok minoritas ataupun kelompok gender untuk mengajukan figur yang dianggap bisa mewakili aspirasi pendukungnya didalam parlemen. Caleg yang akan bertarung dalam pemilihan tidak lagi didominasi oleh elit partai namun juga anggota masyarakat yang maju sebagai caleg.
  2. Partisipasi masyarakat juga akan ikut tinggi didalam suatu pemilihan. Hal ini dikarenakan pemilih bisa langsung memberikan hak suaranya kepada caleg tersebut di kertas suara,
  3. Penentuan untuk terpilih menjadi anggota dewan lebih transparan karena belum tentu nomor urut yang paling kecil yang terpilih. Dan juga sistem proporsional terbuka mengizinkan pemilih untuk memilih individu daripada partai. Pilihan yang diberikan oleh pemilih disebut pilihan preferensi.
  4. Ketika masyarakat memilih langsung siapa perwakilannya, akan membuat semacam kontrak politik yang lebih personal antara caleg dan masyarakat tersebut. Pasca pemilu, sang caleg terpilih dituntut lebih komunikatif terhadap aspirasi konstituennya. Demikian pula masyarakat memiliki posisi tawar yang lebih baik dengan membuka kemungkinan untuk tidak lagi memilih caleg terpilih apabila tidak merealisasikan janjinya dan menutup keran komunikasi dengan warga.

Kekurangan sistem ini adalah :

  1. Sistem proporsional terbuka membuka peluang lahirnya wakil rakyat yang masih belum teruji, dan bahkan sebagian besar di antaranya bukan kader terbaik partai. Bahkan bisa saja caleg tersebut merupakan kerabat dari wakil rakyat yang dulu terpilih, ataupun peluang dinasti politik di legislatif masih tetap terbuka.
  2. Kontestasi politik tidak lagi terjadi antar partai namun mengarah pada persaingan antar caleg. Hal ini akan memperburuk citra partai politik karena tidak mampu mengontrol dan mengawasi anggotanya
  3. Cenderung transaksional atau semakin maraknya money politics. Hal ini disebabkan banyaknya caleg yang berusaha untuk merebut suara memberikan uang ataupun bantuan –bantuan lainnya dengan harapan dapat merebut suara pemilih.
  4. Rumit dalam melaksanakan rekapitulasi.

d. Sistem Proporsional Tertutup

Sistem proporsional tertutup adalah satu macam dari sistem perwakilan berimbang dimana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat. Dalam sistem ini, kandidat dipersiapkan langsung oleh partai politik. Jika pemilih dapat memilih kandidat yang tersedia, maka sistem ini dinamakan sistem proporsional terbuka.

Dalam sistem daftar tertutup, masing-masing partai politik telah menentukan terlebih dahulu siapa yang akan memperoleh kursi yang dialokasikan kepada partai tersebut dalam pemilu, sehingga calon yang menempati urutan tertinggi dalam daftar ini cenderung selalu mendapat kursi di parlemen sedangkan calon yang diposisikan sangat rendah pada daftar tertutup tidak akan mendapatkan kursi.

Kelebihan sistem ini adalah :

  1. Suara rakyat sepenuhnya diserahkan kepada proses di dalam partai politik untuk memilih orang-orang yang dinilai mempunyai kecakapan untuk duduk di eksekutif dan legislatif.
  2. memperkuat kembali nilai elektoral partai politik.
  3. Sistem proporsional tertutup juga diyakini dapat menekan praktek-praktek politik uang (money politic) dan mengikis “penumpang gelap” (orang yang memliki dana besar tapi belum diyakini mampu dalam berpolitik)
  4. Dapat menekan biaya pemilu yang sangat tinggi.
  5. Mempermudah pemilih dalam menentukan pilihannya
  6. Lebih hemat dalam penggunaan kertas berarti lebih ramah lingkungan.

Kekurangan sistem ini adalah :

  1. Partai politik akan menjadi sangat powerfull dalam melakukan tindakan.
  2. Berkurangnya kedaulatan rakyat
  3. Calon yang dipilih partai politik belum tentu mewakili aspirasi rakyat